Artikel : Membaca Agar Mampu Menulis

Agar Mampu Menulis Mengalir, Anda Perlu Membaca Banyak Sekali Teks: Oleh-oleh dari Semiloka Menulis di Pasuruan dan Surabaya (3)
Oleh Hernowo Hasim

“Membaca buku yang baik itu bagaikan mengadakan percakapan dengan para cendekiawan yang paling cemerlang dari masa lampau.” 
- RENE DESCARTES -

“Membaca secara mendalam (deep reading) adalah suaka paling pribadi dan subjektif— sebuah ruang-hening yang personal. Melewati bahasa, pembaca secara aktif menerjemahkan teks untuk dirinya—sebuah penggalian makna dan penjelajahan ke kedalaman. Dalam deep reading, waktu seolah berhenti—waktu dialami tanpa sadar bahwa waktu itu berjalan. Itulah sebuah waktu yang meditatif.”
- SVEN BIRKERTS -

Kali ini saya akan mengulas secara khusus latihan menulis model kedua: mengikat makna. Di antara ketiga model latihan menulis yang saya rumuskan, latihan menulis model kedua inilah yang saya pentingkan. Sekali lagi, bagi saya pribadi, menulis tanpa membaca akan hampa atau tidak menghasilkan (baca: meningkatkan) apa-apa. Membacalah yang membuat kegiatan menulis itu dapat menjalar ke mana-mana dan dapat ditingkatkan kualitasnya. Membaca juga akan memudahkan dan melancarkan seorang penulis dalam mengalirkan pikiran-pikirannya. Menulis tanpa membaca akan bertemu banyak sekali jalan buntu atau “writer’s block”.

Mengikat makna juga mengajarkan tentang kegiatan membaca yang harus berdampak kepada diri yang membaca. Membaca yang tidak berdampak akan menjadikan seseorang berhenti atau, bahkan, menjadi sangat malas membaca. Agar kegiatan membaca tersebut dapat berdampak kepada si pelaku membaca, maka membacanya harus perlahan-lahan dan tidak boleh tergesa-gesa. Kegiatan membaca dalam mengikat makna ini saya sebut sebagai “membaca ngemil”. Kadang-kadang, ketika “membaca ngemil” si pelaku membaca perlu melantangkan (read aloud) teks yang dibacanya. Untuk apa? Untuk merasakan aroma dan warna-warni teks.

Setelah “membaca ngemil”, hal kedua yang perlu diperhatikan adalah menemukan sesuatu yang penting dan berharga dalam teks yang dibaca. Proses penemuan ini bersifat sangat pribadi. Biasanya, usai membaca, kita diminta untuk merangkum hasil-hasil membaca kita. Dalam mengikat makna, si pelaku membaca lebih didorong untuk menemukan sesuatu yang menarik dan penting menurut diri-subjektifnya. Setelah itu, si pelaku membaca diminta untuk memberikan alasan kenapa memilih teks tersebut. Alasan inilah yang kemudian perlu “diikat” atau dituliskan. Diharapkan kemudian muncul “makna” dari proses pemilihan teks dan pengikatannya.

Setelah dampak membaca dan “membaca ngemil”, hal ketiga yang perlu diperhatikan adalah tentang membaca sedikit dan segera secara spontan menuliskan dampak membaca yang sedikit itu. Mengapa membaca sedikit saja? Agar kegiatan membaca menjadi tidak berat atau membebani. Dengan membaca sedikit, teks yang perlu diolah dan dipilih oleh pikiran pun menjadi makin ringan. Membaca sedikit juga memungkinkan pikiran menikmati dan merasakan teks yang dibacanya. Seperti memakan kacang goreng yang beraroma dan rasanya yang gurih. Ketika memakan kacang goreng tersebut, kita perlu memakannya sedikit-sedikit. Demikianlah kegiatan membaca yang disarankan dalam mengikat makna.

Terakhir, latihan mengikat makna ini juga merupakan latihan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Inti komunikasi adalah memahami pesan (dalam hal mengikat makna, pesan yang dipahami adalah pesan yang dibawa oleh teks) dan kemudian berusaha untuk menyampaikan pemahaman atas pesan tersebut. Ketika Anda berlatih menulis dalam konteks mengikat makna, itulah yang Anda jalankan: memahami teks dan menyampaikan pemahaman-pribadi atas teks yang dibaca tersebut. Alhamdulillah.

No comments:

Post a Comment