Artikel : Latihan Menulis Yang Terukur

Latihan Menulis yang Terukur: Oleh-oleh dari Semiloka Menulis di Pasuruan dan Surabaya (2)
Oleh Hernowo Hasim

“Latihan dimulai saat Anda melakukannya dengan benar.” 
- DANIEL COYLE -

Tiga model latihan menulis yang saya rumuskan—(1) menulis mengalir bebas, (2) mengikat makna, dan (3) mengeksplorasi pikiran—memiliki “alat ukur”-nya sendiri-sendiri. Saya berusaha menciptakan “alat ukur” ini agar yang ingin berlatih menulis kemudian dapat mendeteksi kemajuan (progress) latihannya. Dan ketika model latihan menulis ini diterapkan, (perlu saya tambahkan pula bahwa) si pelaku juga perlu menyetel alarm untuk membatasi kegiatan latihan menulisnya, yaitu 5 atau 10 menit setiap hari. Ada lima “alat ukur” yang dapat dipakai untuk mendeteksi progress ketiga model latihan menulis yang saya usulkan. Kelima “alat ukur” itu adalah:

Pertama, terkait dengan hal-hal fisik dalam menulis. Secara fisik, menulis adalah mengetik (memencet tombol-tombol huruf di papan ketik dan merangkai huruf-huruf tersebut menjadi kata dan kalimat yang memberikan makna). Kecepatan, ketepatan, dan kesantaian (kelancaran) mengetik menjadi sangat penting. Dalam latihan model pertama ada latihan mengetik tanpa berpikir atau tanpa menghasilkan makna. Pokoknya memproduksi (sekali lagi: mengetik) teks saja. Jika menggunakan program “Word”, jumlah kata yang diketikkan pun terdata dapat diukur (ada statistiknya).

Ke dua, kondisi emosi (mood) ketika mengetik perlu sekali diketahui meski tidak dapat didata secara kuantitatif. Ukuran ke dua ini memang berkaitan dengan hal-hal nonfisik yang kita pikirkan dan, terutama, kita rasakan selama kita menulis. Apakah kita sudah langsung dapat mengetikkan sesuatu (meski tanpa makna) begitu kita membuka laptop untk menulis? Atau kita masih ragu dan cemas ketika ingin menulis (mengetikkan sesuatu)? Ukuran ini mungkin sangat subjektif dan, sekali lagi, tidak dapat di-angka-kan. Namun, untuk mendeteksi apakah kita siap, percaya diri, dan benar-benar merasa nyaman (tidak “kemrungsung”) ketika memulai menulis sangat penting untuk diketahui.

Ke tiga, ini yang sangat saya pentingkan, berapa jumlah kata yang sudah kita masukkan ke dalam pikiran (diri) kita? Selain jumlah kata, ukuran ke tiga ini juga ingin saya manfaatkan untuk mendeteksi kualitas kata yang kita masukkan ke dalam pikiran. Jelas sekali, ukuran ke tiga ini terkait dengan membaca teks. Ingat, menulis adalah mengalirkan pikiran dengan bantuan kata-kata yang sudah kita miliki atau koleksi. Tanpa memiliki kata-kata yang banyak dan bervariasi serta bergizi, proses mengalirkan pikiran pun bisa jadi akan tidak lancar alias tersendat-sendat (terhambat). Apa saja teks—baik artikel atau buku—yang Anda baca? (Ini dapat didata). Siapa saja penulis (“koki”) yang pikirannya bersentuhan dengan pikiran Anda? (Ini juga dapat didata). Apa yang Anda peroleh (“ikat”) setelah selesai membaca? (Ini juga dapat ditelusuri dan didata).

Ke empat, topik-topik atau materi apa saja yang sering Anda pilih dan Anda tuliskan? Terkait dengan ukuran ke empat ini, ada topik atau materi yang sangat Anda kuasai sehingga membuat diri Anda sangat percaya diri ketika menuliskannya dan ada juga topik atau materi yang membuat diri Anda senantiasa ragu dan tidak percaya diri dalam menuliskannya. Kita perlu mendata dan mendaftar topik-topik tersebut. Dengan mengukur dan memahami materi (topik) tulisan-tulisan kita, maka kita akan dapat menyusun strategi dalam memilih topik yang akan kita tulis. Dan tidak berhenti di situ saja: Ukuran ke empat ini akan menentukan ukuran terakhir atau ukuran ke lima terkait dengan gagasan (keunikan pikiran kita) yang dapat kita produksi. (Lihat persis poin ke lima di bawah ini:)

Ke lima, ukuran terakhir ini berkaitan dengan keunikan diri kita. Bagi saya, menulis adalah menunjukkan “sesuatu yang penting dan berharga” yang kita miliki. Kita menulis karena kita ingin menunjukkan sesuatu yang berbeda yang kita miliki tersebut. Jika yang kita tulis adalah hal-hal biasa dan sama saja dengan yang ditulis oleh orang lain, selain kita akan bosan maka kita juga tidak akan memiliki rasa percaya diri atau karakter. Berbeda dengan ukuran ke empat, ukuran ke lima ini (cara menentukannya) harus sangat spesifik dan khas diri kita. Jika ukuran ke empat—sebagai contoh—terkait dengan materi atau topik “traveling” atau “kuliner”, maka ukuran ke lima ini terkait dengan gagasan tentang “traveling ke mana” atau “kuliner apa”.

No comments:

Post a Comment